Find Us OIn Facebook

PADA saat benih bersertifikat belum banyak dikenal petani, mereka sering memilih tanaman dengan morfologi yang bagus untuk dijadikan benih pada musim tanam selanjutnya.

Setiap benih tidak bisa langsung ditanam, butuh waktu untuk memecahkan masa dormansi benih tersebut. Dormansi biji adalah waktu dimana biji tidak bisa berkecambah karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Seleksi yang biasa dilakukan oleh petani, menjadi cara yang paling mudah untuk mendapatkan benih unggul. Seleksi merupakan prinsip dasar dalam ilmu pemuliaan. Seleksi dilakukan dengan memilih tanaman yang mempunyai morfologi hasil yang bagus. Morfologi tanaman dapat dilihat dari penampakan luar tanaman, karakter hasil yang dihasilkan, atau dari mutu benih/buah yang dihasilkan.

Dalam ilmu pemuliaan, seleksi dilakukan dengan dua cara, yaitu seleksi massa negatif dan seleksi massa positif. Seleksi massa negatif dilakukan dengan memilih tanaman-tanaman yang mempunyai penampakan tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan kemudian tanaman tersebut dicabut/dimatikan.

Sedangkan seleksi massa positif dilakukan dengan memilih tanaman–tanaman yang mempunyai penampakan hasil sesuai dengan sifat yang diinginkan, hasil dari tanaman tersebut dirawat dan dijadikan sebagai bahan tanam pada periode tanam berikutnya.

Petani dahulu lebih senang melakukan seleksi massa positif dengan memilih tanaman yang mempunyai hasil yang bagus, memanennya, dan menyimpannya untuk pertanaman selanjutnya. Namun kini, kearifan tersebut sudah mulai luntur karena pengetahuan petani akan seleksi yang minim. Petani sekarang juga sudah dimanjakan dengan benih–benih kemasan produksi pabrik berkualitas baik.

Ketergantungan petani akan benih unggul dari pabrik memiliki dampak yang kurang baik. Mengingat produsen benih saat ini masih banyak dikuasai oleh pihak swasta baik nasional maupun asing.

Kian meningkatnya ketergantungan benih pabrik membuat perusahaan benih lebih leluasa dalam menentukan harga benih. Biasanya petani menjadi konsumen yang selalu tidak diuntungkan, berhubung posisi tawarnya yang lemah.

Sekarang ini, para petani sudah mengeluh tentang tingginya harga benih kemasan. Perusahaan benih milik pemerintah yang seharusnya mampu memberikan benih unggul terjangkau, terkadang hasil panenannya tidak memuaskan. Dengan kondisi seperti ini, petani lebih memilih benih swasta yang mampu memberikan hasil panenan yang baik meski harus merogoh kocek lebih dalam.

Perusahaan swasta juga tidak kalah pintar, mereka terus mengeluarkan benih-benih hibrida. Benih hibrida memang memberikan hasil yang bagus karena sifat yang dimiliki merupakan kombinasi sifat–sifat unggul dari tanaman sebelumnya.

Namun, jika jika hasilnya digunakan kembali sebagai bahan tanam periode selanjutnya, kualitas hasilnya menurun. Benih hasil tanaman hibrida yang ditanam kembali akan memberikan penampakan yang beragam karena tanaman tersebut akan mulai mengikuti sifat kedua tetuanya.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan hasil hibrida maka harus dilakukan seleksi. Jika dilakukan seleksi pada tanaman-tanaman dengan morfologi yang bagus maka benih dari tanaman hibrida akan memberikan hasil lebih bagus.

Benih hasil seleksi ini jika dilakukan berulang-ulang akan menjadi benih galur murni yang mempunyai sifat unggul stabil baik secara penampakan fisik maupun secara genetik dan seragam untuk populasi tanamannya. Butuh 6–8 kali seleksi dari benih hibrida untuk mendapatkan benih galur murni.

Hal–hal dasar inilah yang harus diketahui petani agar mengurangi ketergantungan terhadap benih unggul kemasan pabrik yang harganya cukup mahal. Justru dengan seleksi, petani dapat membuat benih sendiri dan dapat menghasilkan jenis tanaman sendiri sesuai sifat yang mereka inginkan.

Bukan hal yang tidak mungkin, jika suatu saat petani Indonesia mampu dan mandiri memproduksi benih unggul sendiri. Semua ini memang butuh proses, memerlukan dukungan dari pemerintah dalam memfasilitasi dan penerapan ilmu ini kepada petani.

Petani Indonesia harus lebih inovatif, mengingat pasar bebas sudah berada di depan mata. Jika pemerintah tidak mengambil langkah sejak sekarang, maka pertanian Indonesia akan semakin kalah dengan pertanian negara tetangga kita, seperti Thailand.

* Ari Wibowo, Peserta IBD angkatan pertama asal Klaten, Jawa Tengah, lulusan program studi Pemuliaan Tanaman, Universitas Gajah Mada.

Sumber : www.inilah.com 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama