Jakarta – Di tengah ancaman lambungan inflasi dan kenaikan
suku bunga, para pemodal disarankan untuk memilih saham-saham yang
defensif terhadap kondisi ekonomi. Saham apa saja?
Andrew Argado, analis eTrading Securities menyarankanpara pemodal untuk mengambil posisi selective buying. Belilah saham-saham yang cukup defensif terhadap kondisi ekonomi. Defensif itu, kata dia, jika inflasi tinggi emiten tersebut masih bisa tumbuh.
Dia menyodorkan beberapa saham di sektor consumer goods, farmasi, dan ritel. “Jadi, selective buy untuk saham-saham itu. Jika harga saham-saham itu sudah berada di bawah estimate value-nya, boleh diakumulasi,” katanya kepada INILAH.COM.
Pada perdagangan Jumat (5/7/2013) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ditutup menguat 20,87 poin (0,46%) ke posisi 4.602,807. Intraday terendah 4.581,888 dan tertinggi 4.647,272. Volume perdagangan dan nilai total transaksi turun. Investor asing mencatatkan net sell dengan penurunan nilai transaksi beli dan kenaikan transaksi jual. Investor domestik mencatatkan net buy. Berikut ini wawancara lengkapnya:
IHSG menguat 0,46% akhir pekan lalu. Apa penjelasan Anda?
Penguatan IHSG Jumat (5/7/2013) hanya didukung oleh nilai perdagangan yang tipis. Nilai transaksi di pasar regular hanya mencapai Rp3,1 triliun. Angka ini relatif kecil dibandingkan rata-rata nilai transaksi hari sebelumnya. Pada saat yang sama, investor asing masih berposisi net sell sebesar Rp262,8 miliar. Meski bergerak pada teritori positif, IHSG diawali pergerakan yang volatile dengan level tertinggi 4.647,272 dan terendah 4.581,8 dan ditutup di 4.602. Artinya, indeks masih volatile dalam 60-an poin dengan nilai transaksi yang tipis.
Apa artinya?
Penguatan indeks akhir pekan lalu belum mengonfirmasi untuk penguatan lanjutan. Potensi penguatan lanjutan harus dilihat dari data-data.
Terus apa kata data?
Data-data yang terbentuk di sini, sejak Juni, IHSG membentuk pola pergerakan yang sideways untuk jangka menengah, sebulanan.
Lantas, bagaimana Anda melihat arah IHSG sepekan ke depan?
Dalam sepekan ke depan, indeks masih berpotensi sideways tapi indeks berpeluang bergerak dalam kisaran yang lebar. Level support IHSG di 4.500 dan resistance 4.700.
Faktor apa yang jadi kekhawatiran pasar saat ini?
Inflasi Juni sudah dirilis. Tapi, yang ditakutkan pasar justru potensi inflasi Juli, Agustus, dan September. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai Sabtu (22/6/2013), justru impact-nya baru terasa Juli-Agustus. Apalagi, Juli-Agustus ini ada faktor puasa dan lebaran. Karena itu, inflasi juga akan menjadi concern pasar.
Selain inflasi?
Setelah inflasi, pasar juga perlu mencermati BI rate. BI rate sudah naik ke 6%. Ada kemungkinan, suku bunga acuan ini akan naik 25-50 basis poin di bulan 7, 8 atau 9. Tapi, ini harus melihat inflasi yang dirilis dulu.
Inflasi Juni 1,03% di bawah ekspektasi pasar. Kita berharap, inflasi masih di kisaran angka yang ditargetkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) 7%. Sementara itu, BI rate masih di 6%. Artinya, tingkat suku bunga riil-nya menjadi negatif. Ini akan menjadi perhatian pasar. BI rate seharusnya mengikuti inflasi.
Bagaimana respons pasar biasanya saat terjadi suku bunga riil yang negatif karena tergerus inflasi?
Jika suku bunga naik, dan bunga kredit naik, pasar modal biasanya berbanding terbalik dengan pasar uang.
Bagaimana dengan faktor eksternal seperti wacana penarikan stimulus moneter oleh The Fed?
Soal stimulus The Fed, lebih berpengaruh pada pergerakan nilai tukar rupiah. Dari sisi pelemahan rupiah, yang diuntungkan seharusnya emiten yang punya eksposur lebih pada ekspor komoditas. Sebab, komoditas dalam negeri menjadi lebih murah di luar negeri. Apalagi, jika ekonomi China, Eropa dan The USA juga membaik sehingga akan meningkatkan ekspor komoditas.
Kenyataannya saat ini, ekspor komoditas kita justru melemah dan impor yang banyak. Karena itu, pasar jadi ragu apakah penarikan stimulus The Fed itu mengambarkan perbaikan ekonomi atau tidak. Atau, The Fed sendiri bisa jadi melihat tiadanya dampak yang positif jika stimulus berlebih.
Kalau dilihat, memang data-data AS ada yang baik, tapi ada juga yang menunjukkan sebaliknya. Karena itu, dari sisi ini, penarikan stimulus juga bisa berarti kaburnya hot money dari dalam negeri ke luar karena, ditarik secara bertahap oleh The Fed.
Apa saran Anda untuk para pemodal?
Saya sarankan selective buying. Artinya, belilah saham-saham yang cukup defensif terhadap kondisi ekonomi. Defensif itu, jika inflasi tinggi emiten tersebut masih bisa bertumbuh. Pilihlah saham-saham yang seperti itu.
Saham-saham pilihan Anda?
Saham-saham di sektor consumer goods bisa jadi pilihan seperti PT Indofood Sukses Makmur (INDF), PT Indofood CPB Sukses Makmur (ICBP), PT Kalbe Farma (KLBF), dan PT Mitra Adiperkasa (MAPI) serta PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS). Jadi, selective buy untuk saham-saham itu. Jika harga saham-saham itu sudah berada di bawah estimate value-nya, boleh diakumulasi.
By inilah.com
Andrew Argado, analis eTrading Securities menyarankanpara pemodal untuk mengambil posisi selective buying. Belilah saham-saham yang cukup defensif terhadap kondisi ekonomi. Defensif itu, kata dia, jika inflasi tinggi emiten tersebut masih bisa tumbuh.
Dia menyodorkan beberapa saham di sektor consumer goods, farmasi, dan ritel. “Jadi, selective buy untuk saham-saham itu. Jika harga saham-saham itu sudah berada di bawah estimate value-nya, boleh diakumulasi,” katanya kepada INILAH.COM.
Pada perdagangan Jumat (5/7/2013) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ditutup menguat 20,87 poin (0,46%) ke posisi 4.602,807. Intraday terendah 4.581,888 dan tertinggi 4.647,272. Volume perdagangan dan nilai total transaksi turun. Investor asing mencatatkan net sell dengan penurunan nilai transaksi beli dan kenaikan transaksi jual. Investor domestik mencatatkan net buy. Berikut ini wawancara lengkapnya:
IHSG menguat 0,46% akhir pekan lalu. Apa penjelasan Anda?
Penguatan IHSG Jumat (5/7/2013) hanya didukung oleh nilai perdagangan yang tipis. Nilai transaksi di pasar regular hanya mencapai Rp3,1 triliun. Angka ini relatif kecil dibandingkan rata-rata nilai transaksi hari sebelumnya. Pada saat yang sama, investor asing masih berposisi net sell sebesar Rp262,8 miliar. Meski bergerak pada teritori positif, IHSG diawali pergerakan yang volatile dengan level tertinggi 4.647,272 dan terendah 4.581,8 dan ditutup di 4.602. Artinya, indeks masih volatile dalam 60-an poin dengan nilai transaksi yang tipis.
Apa artinya?
Penguatan indeks akhir pekan lalu belum mengonfirmasi untuk penguatan lanjutan. Potensi penguatan lanjutan harus dilihat dari data-data.
Terus apa kata data?
Data-data yang terbentuk di sini, sejak Juni, IHSG membentuk pola pergerakan yang sideways untuk jangka menengah, sebulanan.
Lantas, bagaimana Anda melihat arah IHSG sepekan ke depan?
Dalam sepekan ke depan, indeks masih berpotensi sideways tapi indeks berpeluang bergerak dalam kisaran yang lebar. Level support IHSG di 4.500 dan resistance 4.700.
Faktor apa yang jadi kekhawatiran pasar saat ini?
Inflasi Juni sudah dirilis. Tapi, yang ditakutkan pasar justru potensi inflasi Juli, Agustus, dan September. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai Sabtu (22/6/2013), justru impact-nya baru terasa Juli-Agustus. Apalagi, Juli-Agustus ini ada faktor puasa dan lebaran. Karena itu, inflasi juga akan menjadi concern pasar.
Selain inflasi?
Setelah inflasi, pasar juga perlu mencermati BI rate. BI rate sudah naik ke 6%. Ada kemungkinan, suku bunga acuan ini akan naik 25-50 basis poin di bulan 7, 8 atau 9. Tapi, ini harus melihat inflasi yang dirilis dulu.
Inflasi Juni 1,03% di bawah ekspektasi pasar. Kita berharap, inflasi masih di kisaran angka yang ditargetkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) 7%. Sementara itu, BI rate masih di 6%. Artinya, tingkat suku bunga riil-nya menjadi negatif. Ini akan menjadi perhatian pasar. BI rate seharusnya mengikuti inflasi.
Bagaimana respons pasar biasanya saat terjadi suku bunga riil yang negatif karena tergerus inflasi?
Jika suku bunga naik, dan bunga kredit naik, pasar modal biasanya berbanding terbalik dengan pasar uang.
Bagaimana dengan faktor eksternal seperti wacana penarikan stimulus moneter oleh The Fed?
Soal stimulus The Fed, lebih berpengaruh pada pergerakan nilai tukar rupiah. Dari sisi pelemahan rupiah, yang diuntungkan seharusnya emiten yang punya eksposur lebih pada ekspor komoditas. Sebab, komoditas dalam negeri menjadi lebih murah di luar negeri. Apalagi, jika ekonomi China, Eropa dan The USA juga membaik sehingga akan meningkatkan ekspor komoditas.
Kenyataannya saat ini, ekspor komoditas kita justru melemah dan impor yang banyak. Karena itu, pasar jadi ragu apakah penarikan stimulus The Fed itu mengambarkan perbaikan ekonomi atau tidak. Atau, The Fed sendiri bisa jadi melihat tiadanya dampak yang positif jika stimulus berlebih.
Kalau dilihat, memang data-data AS ada yang baik, tapi ada juga yang menunjukkan sebaliknya. Karena itu, dari sisi ini, penarikan stimulus juga bisa berarti kaburnya hot money dari dalam negeri ke luar karena, ditarik secara bertahap oleh The Fed.
Apa saran Anda untuk para pemodal?
Saya sarankan selective buying. Artinya, belilah saham-saham yang cukup defensif terhadap kondisi ekonomi. Defensif itu, jika inflasi tinggi emiten tersebut masih bisa bertumbuh. Pilihlah saham-saham yang seperti itu.
Saham-saham pilihan Anda?
Saham-saham di sektor consumer goods bisa jadi pilihan seperti PT Indofood Sukses Makmur (INDF), PT Indofood CPB Sukses Makmur (ICBP), PT Kalbe Farma (KLBF), dan PT Mitra Adiperkasa (MAPI) serta PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS). Jadi, selective buy untuk saham-saham itu. Jika harga saham-saham itu sudah berada di bawah estimate value-nya, boleh diakumulasi.
By inilah.com
إرسال تعليق